Terkait judul di atas. Itu muncul dari inspirasi saat berdiskusi santai dengan Paman saat mau balik ke Padang. Sudah sering sebenarnya kami diskusi semenjak dulu. Dari mulai jaman kuliah sampai awal-awal kerja, Um-lah (baca:paman) salah satu patner diskusi dalam segala hal kehidupan. Biasanya perbincangan akan semakin seru saat kita membicarakan hasil perenungan, pengamatan dan pemahaman baru dalam kehidupan.
Tak terkecuali saat lebaran kemarin. Dalam diskusi santai namun serius. Um berbicara masalah kenapa dalam hidup kita ada gesekan. Gesekan itu lanjutnya terjadi karena ada dua buah benda yang bersinggungan. Tidak mungkin gesekan terjadi hanya pada satu benda. Karena terjadi pada dua buah benda, pasti setiap bendanya memiliki andil untuk terjadinya gesekan. Tidak bisa kita menyalahkan satu benda saja.
Salah satu yang sering terjadi, yang Um kasih contoh adalah berapa banyak gesekan yang terjadi di jalan raya Jakarta saat macet. Kita terkadang menyalahkan keadaan Jakarta yang semerawut, macet dan tak teratur. Tanpa kita menyadari bahwa ternyata kita juga ikut andil dalam membuat Jakarta macet.
***
Nilai Kebaikan
Tema kedua dalam diskusi tersebut adalah tentang nilai-nilai kebaikan. Pesan yang akan disampaikan dalam kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik pula. Tidak bisa pesan kebaikan disampaikan dengan penuh kebencian dan kemarahan. Selain tidak akan sampai ke penerimanya, bisa jadi hal tersebut malah menimbulkan ekses negative. Pesannya tidak sampai justru terjadi malah miss understanding.
Pesan tentang kebaikan, apabila tujuannya sampai ke hati. Harus disampaikan dengan sepenuh hati. Bukankah Aa Gym pernah mengatakan bahwa hati hanya akan bisa disentuh oleh hati. Karena hati itu sifatnya yang sensitive. Maka harus hati-hati dalam menjaga hati.
Dalam ilmu komunikasi saya pernah mendengar bahwa cara menyampaikan kadang lebih penting dari apa yang disampaikan. Konten atau isi yang disampaikan tidak akan bisa tersampaikan kalau cara komunikasinya salah. Dalam hal komunikasi inilah hendaknya kita memiliki kecerdesan emosi yang bisa memahami apa yang dirasakan orang dan bisa berempati dengan apa yang sedang orang lain rasakan. Sehingga saat kita mau menyampaikan sesuatu maka tidak ada persaan orang yang terlukai dari apa yang kita katakan. Orang jawa bilang, kebaikan harus disampaikan dengan cara welas asih.