Wellcome To My Blog

HIDUP INI INDAH ANDAI KAU TAHU JALAN MANA YANG BENAR

10 Desember 2011

ANTARA BERKURBAN DAN KORBAN PERASAAN

Selamat hari raya Idul Adha buat seluruh umat Islam yang sedang merayakannya. Semoga kita dapat memahami dan menangkap pesan moral dari apa yang dinamakan berkurban.

Sejarah Idul Adha dimulai masa Nabi Ibrahim AS yang hidup ribuan tahun lalu diminta oleh Allah untuk menyembelih putra kesayangannya yaitu Nabi Ismail AS. Kepasrahan, ketaatan dan kecintaan kepada Sang Pencipta yang dicontohkan Nabi Ibrahim AS dengan merelekan anak kesayangannya untuk “dikurbankan”.

Makna filosofis dari ibadah kurban terlihat dari simbolisasi Ismail sebagai sesuatu yang sangat dicintai, sesuatu yang berharga. Tapi harus direlakan untuk “dikurbankan” kepada Sang Maha Segala. Dalam kontek kekinian sesuatu yang berharga mungkin itu bisa dianalogikan dengan rumah megah, harta yang melimpah, perhiasan dan mobil yang mewah serta luasnya tanah.

Berkurban mengajarkan kita untuk tidak terlalu cinta dunia. Berapa pun banyak harta yang kita punya toh akhirnya tidak akan dibawa mati. Seperti pepatah gajah mati hanya meninggalkan gadingnya, harimau mati meninggalkan belangnya, nah kalau manusia mati hanya meninggalkan nama baik dan amal ibadahnya selama dia hidup. Dengan berkurban kita diajari bagaimana merelakan apa yang kita cintai, dalam hal ini bersifat keduniawian, yang dalam hal ini disimbolkan oleh hewan kurban untuk dibagi-bagikan kepada yang membutuhkan.

Makna lain dari berkurban adalah mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Dengan berkurban merupakan wujud syukur kita atas rejeki yang sudah diberikan Tuhan, sehingga akhirnya kita bisa membantu orang yang tidak mampu untuk melupakan sejenak kesulitan dengan ikut merasakan rejeki yang diterima lewat dia. Makna untuk berbagi disini sangat kental, sehingga bisa mengikis rasa kecemburuan social antara si miskin dan si kaya.

Lalu apa hubungannya Hari Raya Kurban dengan korban perasaan, sepertinya tidak ada yang nyambung? He2.. Buat orang lain mungkin hal ini tidak ada kaitannya, tapi buat aku pribadi ini sangat erat. Karena seperti biasanya, sama layaknya tahun-tahun sebelumnya, Idul Adha kali ini juga, aku tetap berada di tempat mengembara. Rasa rindu semakin sesak di dada, bila ingat keluarga disana.

Aku harus merelakan indahnya kebersamaan untuk merelakan hari raya bersama orang-orang tercinta. Semua ini aku lakukan tentu untuk bisa menggapai asa dan cita. Inilah “Kurban” perasaan yang selalu alami saat hari raya. Tapi tak apalah toh ini semua untuk bisa membantu keluarga dan orang-orang tercinta. Aku bisa menjadi pribadi yang mandiri tanpa merepotkan lagi orang tua, bisa membantu ade untuk terus meneruskan cita-cita, bisa menjadi anak kebanggaan orang tua.

Dan terakhir tentu aku berharap bahwa “kurban” perasaanku saat ini dalam rangka untuk bisa membangun kepantasan agar mendapatkan seseorang yang akan menjadi teman untuk menua bersama, hidup setia dalam suka dan duka. Walaupun mungkin hidup sederhana dengan makan sepiring berdua dan tinggal digubuk derita (ah lebay.. kalau ini pasti terilhami dari lagu Hamdan ATT).

Salam Rindu buat orang-orang tercintaku disana.

TERNYATA GEMUK ITU……

Masih ingat dengan note yang pernah saya buat dengan judul “Mimpiku tertunda setahun lagi ” ??? Sedikit flash back tulisan itu bercerita tentang kesedihan seorang anak yang gagal memberikan kebahagiaan kepada ibunya dihari raya, untuk bisa mengenakan mukena baru saat sholat Idul Fitri.

Baru tersadar, ternyata tulisan itu sudah berumur lebih dari 1 tahun, itu ditandai dengan aku bisa bertemu lagi dengan hari raya Idul Fitri di tahun berikutnya. Mimpi untuk membelikan mukena itu pada akhirnya tidak pernah kesampaian. Bahkan saat pulang lebaran kemarin pun, itu karena aku memang tidak sempat membelikannya, bahkan untuk nitip membelikan pun tak sempat. Sedikit ada perasaan trauma memang, takut nanti hilang lagi atau mengalami kondisi apes lagi, sehingga aku putuskan hanya memberi uang saja. Aku pikir itu satu-satunya oleh-oleh yang paling simple, tak merepotkan dan menyenangkan bagi hati penerimanya. Secara nominal cukuplah untuk membeli mukena 2 lusin mah he3…..

Lalu apa hubungannya dengan judul di atas ? Sepertinya tidak ada nyambung sedikit pun? Ya memang secara substansi tidak ada yang nyambung, persamaan hanya terletak pada waktu saat menulisnya yaitu saat suasana lebaran.

Terlihat jelas ada kebahagiaan teramat dalam yang bisa aku baca pancaran wajah ibu, saat menyambut anaknya datang. Matanya berbinar-binar, senyumnya merekah, sikap antusias terlihat alami tanpa basa-basi. Aku menangkap ada rasa haru, bangga, senang dan sedih dari gerak tubuh saat pertama kali bertemu. Rasa haru pasti ada, karena hampir 1 thn anaknya baru bisa pulang kampung lagi. Bangga karena anak laki-laki satu-satunya yang digadang-gadang bisa menggantikan peran alm bapaknya ternyata bisa berbuat banyak untuk keluarga. Senang karena lengkap sudah anaknya kumpul di rumah. Nah satu perasaan yang mengganjal yaitu rasa sedih, karena ternyata anaknya pulang dengan berat badan yang lebih besar dari yang dia bayangkan sebelumnya…he3

Dugaanku, itulah kenapa hobby masak ibu tiba-tiba hilang saat aku pulang. Masakan ibu yang katanya paling enak di dunia jadi semakin aku jarang jumpai di rumah, selain karena ibu sibuk dengan hajatan saudara dan tetangga, alasan yang paling mendasarnya pasti karena dia tidak ingin melihat anaknya bertambah berat badannya karena makan-makanan yang lezat dengan porsi sepuasnya. Sama seperti makan buah simalakama, saat ibu memasak, ada perasaan was-was dan khawatir kalau-kalau apa yang dimasaknya akan menambah buncit perut anaknya. Sehingga tak mengherankan, aku tak ubahnya seperti narapidana yang mendapat penjagaan extra ketat saat makan. Pernah suatu ketika aku sempat marah ke ibu, dan bicara sedikit ketus saat disuruh berhenti untuk makan, karena ibu sudah menganggap apa yang aku makan sudah cukup untuk porsi orang normal he3..

Aku sempat tak habis pikir, kenapa ibu terlalu mempermasalahkan berat badanku. Toh selama ini aku sendiri yang merasakannya tidak pernah terbebani, kecuali saat sedang maaf ”‘BAB” (sok singsireumeun ari nagog sue teuing mah…he3). Tak pernah ada perasaan minder sedikit pun dengan berat badan ini. Kalau pun ibu khawatir soal jodoh dan takut anaknya ga laku (saat itu), toh aku piker, aku lelaki yang bisa memilih siapapun (yang mau menerima pastinya), dan menyangkut pekerjaan, berat badan tak pernah menghambat, bahkan pencapaianku dalam karir bisa di bilang not bad ko, paling tidak untuk ukuran pemuda seumuranku di kampung, jelek-jelek gini aku sudah jadi supervisor, diusia yang relatif muda. Lalu apa lagi yang ibu khawatirkan dari berat badan ini, what wrong with my body mam… begitu gumamku.

Toh aku pun sudah terlanjur mendefinisikan yang namanya laki-laki itu bukan yang lebat ototnya, bidang perutnya, ganteng pasrasnya, tinggi badannya, keras suaranya, besar amarahnya, hebat berantemnya. Itu semua tak lebih dari definisi laki-laki versi kuli, yang hanya berdasarkan fisik semata. Buatku laki-laki itu, cukup menjadi seseorang yang berani bertanggung jawab, berani memikul beban hidup, dan tak lari dari kenyataan saat dihadapkan masalah, bisa menafkahi anak istrinya atau keluarganya serta berjuang keras dan tak pernah ada kata menyerah dalam meraih cita-cita yang diinginkannya.

Karena dalam perjalanannya, sering sekali aku menemui “laki2” yang secara fisik laki-laki banget, tapi sikap dan tindakannya tak ubahnya seperti pecundang. Tidak bertanggung jawab untuk memberi nafkah ke istrinya, masih merepotkan orang tua, tak berani berkomitmen serius, meninggalkan pacarnya tanpa alas an yang jelas, lari dari kesulitan dan masalah serta masih banyak lagi contoh lainnya.

Segudang justifikasi itulah yang membuat aku tidak pernah merasa bermasalah dengan kondisi berat badanku. Paradigma itu tertanam kuat diakar pikiranku, sampai pada akhirnya ada seseorang yang mengingatkanku lewat pesan pendeknya dengan bahasa yang lugas, sederhana, dan tegas. Kurang lebih seperti ini perkataannya “mungkin secara kasat mata, gemuk itu terlihat sukses dan bahagia, tapi dari sisi kesehatan itu tidak baik”. Tak langsung aku pahami maksud perkataan itu, sampai akhirnya aku menyadari bahwa memang ada yang salah dengan pemahamanku tentang berat badan, bahwa tidak ada yang dirugikan dari berat badanku itu absolute betul, karena saat pulang mudik naik mobil travel pun, tok aku bayar 2 kursi he3, tapi aku baru tersadarkan bahwa ternyata aku sudah merugikan diri sendiri, karena ternyata orang gemuk sangat mudah untuk mengundang penyakit datang. Yang artinya kalau itu benar terjadi…lantas seberapa lama aku bisa bertahan dengan kelaki-lakian versiku. Bila penyakit sudah menyerang, kondisi tak fit lagi, masihkah aku bisa jadi laki-laki sesuai mind set-ku .….Semoga pencerahan pemahaman ini tak terlalu terlambat datangnya, dan buat seseorang yang telah mengingatkan….aku ucapkan terima kasih….

18 Februari 2011

AKU MERASA KEHILANGAN SEMUANYA

Lebaran idul fitri kemarin (2010), bagiku hanya menyisakan luka. Runtutan peristiwa yang terjadi memaksa menghadapkan aku pada sebuah pengertian akan makna kehilangan. Dimulai dari oleh-oleh berupa mukena, kado special yang sengaja aku beli untuk ibu tercinta. Benda yang sengaja aku bawa untuk oleh-oleh lebaran, sirna begitu saja sebelum sampe pada yang empunya. Belum sembuh luka akan kehilangan mukena, aku harus kehilangan hanphone yg cukup menyimpan banyak kenangan juga. Hanphone itu begitu berarti, karena itulah hape pertama yang aku beli, yang sudah bisa menggunakan fasilitas kamera. Aku beli saat audit pt pusri di Palembang.

Sesampainya di rumah, selain badan yang terasa lemas, mata juga sudah pering, ingin rasanya aku tidur, dan balas dendam, akibat kurang tidur diperjalanan. Tapi karena ada permintaan dari dia untuk langsung menemuinya, aku paksakan untuk datang menemui kekasih hati, yang memang, tempat kerjanya tidak jauh dari rumahku. Dan aku tak menyangka, kalau ternyata itupun akan jadi pertemuanku terakhir dengannya. Karena akhirnya kisah cinta ini pun harus kandas. Perpisahan itu sampai sekarang hanya menyisakan luka. Impian aku, untuk membina keluarga bahagia bersamanya, kandas begitu saja. Itu artinya, aku kehilangan seseorang yang selama ini menghiasi dan menemani hari-hariku. Jadi dikalkulasikan secara matematis, itu artinya dalam satu rangkaian peristiwa, aku kehilangan tiga hal yang penting saat lebaran kemarin.

Kehilangan ataupun perpisahan, apapun ceritanya dan bagaimanapun kondisinya, selalu menyisakan luka. Masih ingat betul, bagaimana luka itu sempat mengoyak hati begitu dalam. Saat aku harus dihadapkan takdir, untuk kehilangan Ayah yang selama ini jadi panutan. Tak mudah untuk membiasakan diri, hidup tanpa bimbingan dan arahan dari seorang Ayah. Sampai pada akhirnya, aku dipaksa untuk membiasakan diri, bergantung pada kekuatan diri. Proses itupun tak mudah, bahkan sampai sekarang pun, saat dimana sudah 6 tahun lamanya alm. meninggalkanku, adakalanya aku mengharapkan keajaiban itu tiba, sosok alm hadir kembali, dan menjadi tameng dan pembela terdepan saat aku merasa lemah dan kalah.

Sekarang, saat usiaku sudah cukup matang untuk ke menuju ke pelaminan. Ada perasaan gamang di hati. Tak tahu kenapa, hati ini kok rasanya belum iklas dengan perpisahan kemarin. Rasanya hanya dia satu2nya wanita yang bisa buat hati ini bahagia. Hanya dia satu2nya wanita yang sesuai dengan kriteria. Walaupun kadang, aku sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa antara kita sudah banyak perbedaan. Rasanya, kalau kisah cinta ini dilanjutkan, yang ada hanya cerita duka. Perbedaan keluarga, jarak, dan seabrek perbedaan yang lain. Rasanya cukup sulit untuk dicari solusi dari semua masalah itu. Tapi entah kenapa, alam bawah sadar ini selalu dia, dia dan dia yang terpikirkan. Mungkin karena belum adanya orang baru masuk, yang bisa memikat hati atau karena alam bawah sadar itu yang menyimpan begitu hebatnya memori. Sampai-sampai aku masih disandera oleh perasaan tak mau kehilangan.

Tuhan….aku tahu kalau aku memang sering mengabaikan perintahmu. Walaupun bukan niatku untuk menyengajakan itu. Atau bukan pula karena aku sudah tak memuja-Mu. Tapi untuk kali ini, tolong bantu aku. Sembuhkan aku dari perasaan ini. Hidupku harus lebih besar dari ini. Aku tak mau hal kecil ini bisa mengganggu cita-citaku yang besar. Jangan biarkan ini menghalangi aku untuk mendapatkan hal-hal besar yang mungkin kelak akan aku dapatkan…..Tuhan beri aku kekuatan…beri aku kekuatan untuk melupakannya….klo memang dia jodohku…..dekatkan kembali aku dengannya….tapi klo memang bukan, jangan biarkan aku tersiksa dengan perasaan ini terus menerus….

01 Januari 2011

Depok - Pekanbaru

Untuk kesekian kalinya aku harus menjalani peristiwa-peristiwa penting yang aku jalani dalam hidup. Tepatnya dalam karir, per tanggal 3 Januari, aku ditugaskan kantor pindah ke cabang Pekanbaru.

Banyak perasaan bercampuradukan yang saat ini dirasakan. Senang pasti, karena aku pindah dipromosikan, itu artinya, kalau dalam permainan aku sedang naik level. Cemas juga menghinggapi rasa ini. mengingat butanya medan yang akan dihadapi nantinya. Sedih ikut juga menyertai kepergian, jauh dari keluarga, teman dan saudara yang selama ini menemani hari-hariku.

Aku tak tahu, angin apa yang menyebabkan aku bisa sampai kota itu. Mungkin perasaan sendiri akan aku rasakan sesaat sampai disana. Sama seperti dulu aku rasakan saat memulai singgah di tempat baru.

Semoga adaptasiku tak berlangsung lama. Dan aku bisa cepat klik dengan smuanya disana. Entah aku titipka kepada siapa rasa rindu ini...Semoga ini jalan yang tepat, untuk aku menuju kesuksesan....Amien...