Wellcome To My Blog

HIDUP INI INDAH ANDAI KAU TAHU JALAN MANA YANG BENAR

23 Agustus 2013

Tak Ada Kata Jumawa


Sekali lagi Tuhan menghadapkan saya pada sebuah kondisi sulit dan berbahaya. Bila di flashback ke belakang sudah tidak terhitung rasanya. Apalagi setelah sepeninggalnya alm bapak, entah berapa banyak kesulitan itu datang silih berganti. Ingat betul bagaimana dulu saya harus berjibaku saya berjuang untuk bisa melanjutkan kuliah hingga akhirnya lulus. Perjalanan kehidupan nyatanya tidak selalu mulus, penuh kerikil dan bebatuan.

Mencari pekerjaan yang bisa membuat cukup untuk kehidupanku dan membantu adeku untuk sekolah ternyata cukup berat. Bayangkan saja selama dua tahun saya harus puas dengan gaji sebesar 1,5 juta saat bekerja di sebuah kantor akuntan publik. Itu terjadi sekitar tahun 2008-an. Saat itu saya bertahan hanya karena dapat banyak pengalaman dan beberapa perjalanan ke luar kota yang cukup membuatku menarik.

Teringat saat itu ada salah satu saudara yang menanyakan kepada ibu, berapa gajiku. Tanpa beban ibu menjawab seadanya. Ibu dibuat kaget dengan tanggapan dan respon yang dikatakan oleh saudara sesaat setelah mendengar jawaban ibu. Dia berkata dengan enteng “Memang masih ada ya gaji segitu di Jakarta sekarang?”. Mendengar perkataan itu sontak saja membuat ibu merasa sedikit tersinggung. Setidaknya itu terlihat dari rona wajahnya yang layu. Saya pribadi tidak pernah menaruh dendam terhadap saudara saya itu. Sekedar sakit hati atas ucapannya pun tidak. Hanya saja saat melihat roman muka ibu pasrah. Dalam hati saya bertekad suatu saat nanti akan membuat dia bangga dengan anaknya.

Waktu memang bergulir serasa begitu cepat. Rasanya masih baru kemarin ucapan itu terngiang ditelingaku. Sekarang saya sudah pada posisi yang cukup jauh berbeda. Waktu seolah berpihak pada siapa saja yang mau berusaha dan berjuang tanpa lelah untuk merubah nasib hidupnya.

Adalah suatu sore yang cukup indah, tiba-tiba handphone berdering. Ternyata saudara saya yang diceritakan itu telepon. Saat itu dia berniat untuk berkunjung ke kantorku. Singkat cerita akhirnya kita bertemu di kantor. Ditemani segelas teh hangat yang dibuat oleh OB (office Boy) kantor, kita ngobrol ngalor-ngidul. Dari cara bicaranya jelas tersimpan rasa penasaran mengenai jenis pekerjaan dan posisi yang saat ini saya pegang. Memang tidak nampak muka kaget yang dia perlihatkan. Tapi saya paham betul dari gesture tubuhnya dan cara dia bicara, seolah dia juga tidak mau kalah. Buatku saat itu tidak ada istilah menang kalah. Saya hanya sedang menjamu saudara yang ternyata bertemu di tempat yang cukup jauh dari tanah kelahiranku.

Momentum saat itu buatku bermakna bahwa saya bisa menjadi sesorang yang bisa “dilihat”. Istilah kerennya from nothing to something. Kehidupan akhirnya berbicara dengan bahasanya sendiri. Ada bahasa universal yang bisa dipahami dan berlaku buat siapapun. Teringat pepatah arab “man jadda wa jadda”, siapa yang bersungguh-sungguh, dia yang berhasil. Pengalaman ini yang telah saya jalani. Di luar sana, lebih banyak lagi kejadian yang bisa diambil hikmahnya apabila kita mau belajar.

Pemahaman ini menjadi semacam alarm buat diri ini agar tidak jumawa, saat berada di posisi atas. Tidak memandang remeh dan rendah pada orang yang posisinya di bawah. Kita tidak pernah tau masa depan nanti. Mungkin saja orang yang saat itu kita hina, ternyata dikemudian hari menjadi seseorang yang lebih berhasil dari kita.

Ini soal cerita lain lagi. Nyata yang ada di lingkungan keluarga. Tanpa bermaksud untuk menceritakan kejelekan atau aib orang. Ini hanya sebatas bahan refleksi untuk jadi pembelajaran bersama. Saat itu ada saudara saya, sebut saja Bu De, dia bertanya pada keponakannya yang masih kecil apa cita-citanya nanti. Kebetulan keponakannya itu terlahir dari keluarga yang lebih sederhana dan dengan tingkat pendidikan yang kurang. Dengan polos anak kecil itu menjawab ingin menjadi bidan. Mendengar jawaban anak kecil itu, Bu De menarik bibir ke samping atas dan berkata “oowh”. Setengah nada tak percaya apalagi bila melihat anaknya sendiri gagal menjadi perawat karena keburu dinikahin pacarnya.  Kehidupan berkata lain, nyatanya setelah beberapa tahun akhirnya terbukti bahwa anak kecil itu sudah menjadi bidan, sedangkan anaknya sendiri (anak Bu De), tetap menjadi ibu rumah tangga (mohon maaf tanpa merendahkan profesi yang mulia itu).

Itulah kehidupan, kita senantiasa harus memelihara sikap rendah hati (tawadhu) walaupun mungkin kesuksesan kita pantas untuk dibanggakan. Tetap menghargai orang lain bagaimanapun kondisinya, dan mau terus belajar terhadap sesuatu yang baru. Sehingga kita tidak disalip oleh orang yang dibawah kita. Atau kalau pun kita tersalip, kita punya ketahanan mental yang cukup dan tidak ada perasaan iri dan dengki di hati.