Wellcome To My Blog

HIDUP INI INDAH ANDAI KAU TAHU JALAN MANA YANG BENAR

10 Desember 2011

TERNYATA GEMUK ITU……

Masih ingat dengan note yang pernah saya buat dengan judul “Mimpiku tertunda setahun lagi ” ??? Sedikit flash back tulisan itu bercerita tentang kesedihan seorang anak yang gagal memberikan kebahagiaan kepada ibunya dihari raya, untuk bisa mengenakan mukena baru saat sholat Idul Fitri.

Baru tersadar, ternyata tulisan itu sudah berumur lebih dari 1 tahun, itu ditandai dengan aku bisa bertemu lagi dengan hari raya Idul Fitri di tahun berikutnya. Mimpi untuk membelikan mukena itu pada akhirnya tidak pernah kesampaian. Bahkan saat pulang lebaran kemarin pun, itu karena aku memang tidak sempat membelikannya, bahkan untuk nitip membelikan pun tak sempat. Sedikit ada perasaan trauma memang, takut nanti hilang lagi atau mengalami kondisi apes lagi, sehingga aku putuskan hanya memberi uang saja. Aku pikir itu satu-satunya oleh-oleh yang paling simple, tak merepotkan dan menyenangkan bagi hati penerimanya. Secara nominal cukuplah untuk membeli mukena 2 lusin mah he3…..

Lalu apa hubungannya dengan judul di atas ? Sepertinya tidak ada nyambung sedikit pun? Ya memang secara substansi tidak ada yang nyambung, persamaan hanya terletak pada waktu saat menulisnya yaitu saat suasana lebaran.

Terlihat jelas ada kebahagiaan teramat dalam yang bisa aku baca pancaran wajah ibu, saat menyambut anaknya datang. Matanya berbinar-binar, senyumnya merekah, sikap antusias terlihat alami tanpa basa-basi. Aku menangkap ada rasa haru, bangga, senang dan sedih dari gerak tubuh saat pertama kali bertemu. Rasa haru pasti ada, karena hampir 1 thn anaknya baru bisa pulang kampung lagi. Bangga karena anak laki-laki satu-satunya yang digadang-gadang bisa menggantikan peran alm bapaknya ternyata bisa berbuat banyak untuk keluarga. Senang karena lengkap sudah anaknya kumpul di rumah. Nah satu perasaan yang mengganjal yaitu rasa sedih, karena ternyata anaknya pulang dengan berat badan yang lebih besar dari yang dia bayangkan sebelumnya…he3

Dugaanku, itulah kenapa hobby masak ibu tiba-tiba hilang saat aku pulang. Masakan ibu yang katanya paling enak di dunia jadi semakin aku jarang jumpai di rumah, selain karena ibu sibuk dengan hajatan saudara dan tetangga, alasan yang paling mendasarnya pasti karena dia tidak ingin melihat anaknya bertambah berat badannya karena makan-makanan yang lezat dengan porsi sepuasnya. Sama seperti makan buah simalakama, saat ibu memasak, ada perasaan was-was dan khawatir kalau-kalau apa yang dimasaknya akan menambah buncit perut anaknya. Sehingga tak mengherankan, aku tak ubahnya seperti narapidana yang mendapat penjagaan extra ketat saat makan. Pernah suatu ketika aku sempat marah ke ibu, dan bicara sedikit ketus saat disuruh berhenti untuk makan, karena ibu sudah menganggap apa yang aku makan sudah cukup untuk porsi orang normal he3..

Aku sempat tak habis pikir, kenapa ibu terlalu mempermasalahkan berat badanku. Toh selama ini aku sendiri yang merasakannya tidak pernah terbebani, kecuali saat sedang maaf ”‘BAB” (sok singsireumeun ari nagog sue teuing mah…he3). Tak pernah ada perasaan minder sedikit pun dengan berat badan ini. Kalau pun ibu khawatir soal jodoh dan takut anaknya ga laku (saat itu), toh aku piker, aku lelaki yang bisa memilih siapapun (yang mau menerima pastinya), dan menyangkut pekerjaan, berat badan tak pernah menghambat, bahkan pencapaianku dalam karir bisa di bilang not bad ko, paling tidak untuk ukuran pemuda seumuranku di kampung, jelek-jelek gini aku sudah jadi supervisor, diusia yang relatif muda. Lalu apa lagi yang ibu khawatirkan dari berat badan ini, what wrong with my body mam… begitu gumamku.

Toh aku pun sudah terlanjur mendefinisikan yang namanya laki-laki itu bukan yang lebat ototnya, bidang perutnya, ganteng pasrasnya, tinggi badannya, keras suaranya, besar amarahnya, hebat berantemnya. Itu semua tak lebih dari definisi laki-laki versi kuli, yang hanya berdasarkan fisik semata. Buatku laki-laki itu, cukup menjadi seseorang yang berani bertanggung jawab, berani memikul beban hidup, dan tak lari dari kenyataan saat dihadapkan masalah, bisa menafkahi anak istrinya atau keluarganya serta berjuang keras dan tak pernah ada kata menyerah dalam meraih cita-cita yang diinginkannya.

Karena dalam perjalanannya, sering sekali aku menemui “laki2” yang secara fisik laki-laki banget, tapi sikap dan tindakannya tak ubahnya seperti pecundang. Tidak bertanggung jawab untuk memberi nafkah ke istrinya, masih merepotkan orang tua, tak berani berkomitmen serius, meninggalkan pacarnya tanpa alas an yang jelas, lari dari kesulitan dan masalah serta masih banyak lagi contoh lainnya.

Segudang justifikasi itulah yang membuat aku tidak pernah merasa bermasalah dengan kondisi berat badanku. Paradigma itu tertanam kuat diakar pikiranku, sampai pada akhirnya ada seseorang yang mengingatkanku lewat pesan pendeknya dengan bahasa yang lugas, sederhana, dan tegas. Kurang lebih seperti ini perkataannya “mungkin secara kasat mata, gemuk itu terlihat sukses dan bahagia, tapi dari sisi kesehatan itu tidak baik”. Tak langsung aku pahami maksud perkataan itu, sampai akhirnya aku menyadari bahwa memang ada yang salah dengan pemahamanku tentang berat badan, bahwa tidak ada yang dirugikan dari berat badanku itu absolute betul, karena saat pulang mudik naik mobil travel pun, tok aku bayar 2 kursi he3, tapi aku baru tersadarkan bahwa ternyata aku sudah merugikan diri sendiri, karena ternyata orang gemuk sangat mudah untuk mengundang penyakit datang. Yang artinya kalau itu benar terjadi…lantas seberapa lama aku bisa bertahan dengan kelaki-lakian versiku. Bila penyakit sudah menyerang, kondisi tak fit lagi, masihkah aku bisa jadi laki-laki sesuai mind set-ku .….Semoga pencerahan pemahaman ini tak terlalu terlambat datangnya, dan buat seseorang yang telah mengingatkan….aku ucapkan terima kasih….

Tidak ada komentar: